Tuesday, December 09, 2008

SURAT TERAKHIR
:pulung amoria kencana (bunga rumput liar/buruli)

suatu hari dalam pencarian panjang
kutemukan jejakmu

dalam rumah bersahaja di dusun cijapun
jauh dari polusi hidung, hati dan mata
juga dari pohon-pohon kaku kota yang batu dan baja

di sana tak ada hingar bingar selain kicau burung dan riuh capung merubung
hujan jatuh ditampung lumbung, sungai-sungai dan hutan lindung

angin terbang tak berpenghalang
anak-anak rambut di kening dan tengkukmu mencintainya seperti juga batang-batang padi, akar umbi dan kacang
ketika dibawanya kabar padaku
suratmu bercerita tentang pokok-pokok coklat yang belum besar dan belum berbuah
juga tentang domba-domba dan kambing-kambing yang gemar menyanyi setiap pagi

rupanya binar matamu menular di situ, 'ri
seorang anak dusun jadi murid yang kau harap kelak bertambah satu-satu
mendengarnya aku lantas mimpi melamarmu

jadi guru bagi anak-anakku

kuingin mereka belajar tentang senyum yang dipunyai wajahmu, tentang embun yang membarukan hatimu tiap pagi, tentang hati yang tak kenal sunyi, tentang pelosok tersembunyi kanak-kanak yang seperti cuma engkau pandai memasukinya

kuingin mereka belajar menari sepertimu, mengenal tulisan-tulisanmu, belajar pijar bagai kembang api kemerdekaan, berkedip-kedip bagai bintang di langit malam, melayang bagai burung di langit siang, belajar mengurai kata tak terikat dan terbelenggu aturan tak penting namun tetap punya rasa semanis gula-gula, sesegar peppermint favoritmu, pedas menggigit yang pas, indah yang luwes dan bebas

kemudian angin membawa surat berikut kemari
kubaca hatimu sedang merona di padang hijau
bibit-bibit itu sudah buktikan janjinya
sederet helianthus bermekaran tepat di hari jadimu
"..hadiah terindah pangeran cinta buatku, 'ndah!"
lalu mata kalian diceritakannya jelma matahari
nyala yang cuma bisa terbaca oleh orang-orang cemburu dan penuh rindu
di punggung kalian jelma sayap peri
terbang yang cuma bisa terlihat oleh orang-orang mencinta dan pujangga

dalam surat-suratmu, 'ri
kutahu kau membangun rumah belajar dan rumah buku
masih seperti dulu, kau selalu rindu berbagi, cita-citamu mengajak dusun sekitar cinta baca dan cinta ilmu

ketika racun miang membuatmu demam dan harus mengungsi suatu kali
masih seperti dulu, kau pilih tak mengeluh tapi cerita sambil geli, menertawakan dan memaklumkan kondisi, meyakinkan semua teratasi

baru kemarin rasanya
kau, aku, pelan-pelan berharap waktu berpihak
kita tumbuhkan lagi memori, sambungkan lagi tali, menabung puisi dan cerita hari untuk kelak ditabur dalam reuni
tapi kita lupa mimpi bisa diinterupsi
bukankah selalu ada yang tak pasti dan tak bisa dihindari?

masih ingin kubalas surat-suratmu selanjutnya, 'ri

ingin kupinta kau berjanji suatu hari betul-betul pertemukanku dengan kunang-kunang sehabis hujan yang keluar masuk bilik-bilik bambu!
bagaimana kabar ladang yang sedang tumbuh menuju seratus persen organik itu?
jadikah kau tanam kembali biji-biji helianthus baru yang sangat banyak untukku?
adakah asoka merah dan kumis kucing di sekitar tanahmu yang bisa dihisap dan dicicip ujung manisnya saat kembang seperti kenangan kanak-kanak itu?
dapatkah dari sana kau tangkap jelas wajah bulan, jupiter dan venus begitu rapat sebagai mata dan senyum mengembang di langit barat menjelang petang awal desember ini?
akankah kau coba mencari-cari dan berharap melihat geminids, puppid-velids dan hujan-hujan meteor lainnya untuk diceritakan pada langit kotaku yang tak sejernih langit dusunmu?
masihkah sering lengking batuk dan sesak mengunjungi dan mengguncang-guncang bahumu saat musim berganti seperti dulu?
masihkah kau simpan scrapbookmu, kliping berita dan tulisan yang pertama kali kau lihatkan dengan ceria kepadaku di pameran lukisan ketika pertama bertemu?
adakah jari-jari lincah itu merindu denting piano di ruang tamu dan petik gitar dalam cengkok dangdut pun lagu matahari terbenam yang sering kita nyanyikan bersahutan di rumah hantu juga ditengah peluncuran buku?
akankah kau ajak aku menyeruput kopi, makan indomi, memecah kulit kacang garing dan mengupas kuaci sambil menanam puisi seperti masa lalu jika sempat kusambangi kelak dusunmu ?

berlembar-lembar kutulis surat untuk kelak dikirim kepadamu, ri, bahkan sebelum kau sempat membalasnya
kuminta angin menyimpan dan menerbangkan satu-satu di sela waktu tapi tak sempat

beberapa minggu sebelum jum'at itu tanpa sengaja kudapati puisi buatmu dicuri pengecut
"aku tentu ingat puisi itu, 'ndah, dan sampai hari ini masih terharu membacanya!"
lalu kau kirim sekeranjang peluk dan senyum menenangkanku
kau ajak aku tak padam dan mampu berpikir lucu
"senyumlah sebab pencuri itu menggilainya sebegitu!"
tawa terakhir kita pupus ketika kau janji mengabari lagi
ponselmu sedang mati
rupanya kali itu kau turun gunung sebab demam berjangkit lagi

betapa tak pernah kubayangkan menunggu jadi momen yang kunikmati, 'ri
sampai minggu lalu tak nyana harus berhenti

aku sedang menunggu seperti biasa ketika angin datang dari selatan
sekonyong-konyong langit pudar dan tangkai-tangkai petir datang menyambar
kenapa ada yang memeluk pundakku memohon sabar?
"ia sudah sampai", lirihnya
saat itulah kutahu jalanmu tunai

kau berangkat tak menuju kemari
angin memintaku rela tak lagi menanti

entahlah kurasa ada yang patah
entahlah kurasa mataku tumpah

kau sudah sungguh merdeka, ri!
tak lagi kau perlu peta

hari itu aku tak hendak melawan
kubiarkan hujan berputar-putar mengepungku semalaman
sebab hanya dengan cara itu mampu kulembutkan hati lagi
sebab hanya dengan cara itu mampu kubujuk gemetar hebat ini berhenti



indah ip
KL, 5-10 des 2008, 1.10 am

-----
Selamat sampai menujuNya, sahabatku perempuan pengembara(5 desember 2008, 14.20 siang). Semoga kau dapatkan tempat terbaik disisiNya bersama ananda Pulung Cikal Radjam (akhir mei 2006) dan Pulung Ndayang Radjam (3 september 2007). Semoga juga kau jumpa teman-teman kita, mbak inong yang lembut dan akidyoti yang bijak.

Kami merindumu, 'Ri, kami mencintaimu dan merasa begitu kehilangan. Tapi kami ikhlas. Semoga ditaburkanNya hikmah dan dibukanya hati kami untuk mencerna semua yang tak mudah ini. Kami berdoa semua amal dan kebaikanmu diridhoiNya. Aku bersyukur satu setengah tahun lalu menyempatkan diri mengunjungimu dan Syam sekian jam sebelum berangkat ke perantauan. Kau sedang istirahat, mungkin tidur, tapi Syam berkeras membangunkanmu karena kunjunganku. Itu terahir kali kita bertemu di rumah hantu. Belum sempat kukenalkan pada bidadari-bidadari kami, 'Ri, kau selalu ada di hati.

Syam, aku masih ingat bagaimana Ria bercerita pertamakali tentang dirimu dulu. Matanya, hatinya, tulisan-tulisannya, begitu lepas dalam inspirasi. Aku bahagia mengetahui Ria bahagia. Kalian sepasang hati yang saling lengkapi. Bunga-bunga matahari (Helianthus) itu begitu indah. Semoga sabar dan tegar. Doa kami menyertai."

No comments: